Berdasarkan hasil riset Perguruan Tinggi Ilmu Quran (PTIQ) pada 2018, sebanyak 65% dari 223 juta penduduk Islam di Indonesia tidak bisa membaca kitab suci Al-Quran. Artinya, ada 145 juta pemeluk agama Islam yang tidak bisa membaca Al-Qur’an.
Angka tersebut sangat besar. Lebih setengah dari kaum muslimin di Indonesia tidak bisa membaca kitab sucinya sendiri. Maka hal ini patut menjadi perhatian seluruh umat Islam di Indonesia. Berbagai pihak harus turut serta mengatasi masalah besar ini.
Mahasiswa sebagai anak muda yang memainkan peran strategis dalam perubahan bangsa harus berperan dalam mengatasi masalah buta huruf Al-Qur’an di Indonesia, tidak hanya sekadar berteori, tetapi juga menerapkan teori tersebut. Sebagaimana ungkapan Mbak Najwa Shihab, anak muda hari ini harus turun tangan, berkarya nyata menjawab semesta Indonesia.
Atas keprihatinan hal tersebut serta melihat kondisi di awal masa pandemi Covid-19 di mana anak-anak banyak yang “menganggur”, tidak pergi ke sekolah dan hanya di rumah serta Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) yang tidak efektif, maka mahasiswa di Pesmadai berinisiatif mengajak tetangga kiri, kanan, depan, dan belakang asrama di Ciputat untuk mengaji di Pesmadai.
Ustadz Apdil Abdillah, mahasantri Pesmadai yang menjadi inisiator utama, menyatakan anak-anak sekitar asrama yang diajak ada yang masih SD, SMP, dan SMA. Setelah berjalan, maka diresmikanlah pengajian di asrama Pesmadai Ciputat ini dengan mendirikan TPQ yang diberi nama TPQ Ar-Raudhoh Pesmadai.
“Alhamdulillah TPQ Ar-Raudhoh Pesmadai terus berkembang dan santri-santri terus bertambah. Awalnya hanya belasan orang, sekarang sudah ratusan santri. Sekarang juga tenaga pengajar ada empat orang dari mahasantri Pesmadai”, ungkap Ustadz Apdil.
“Potensi santri juga bagus-bagus. Mereka semangat dan antusiasnya sangat tinggi. Di TPQ tidak hanya belajar bagaimana membaca Al-Qur’an, tetapi juga menghafal Al-Qur’an, hadis, dan belajar fikih. Selain itu, pembelajaran tentang akhlak dan pembentukan karakter santri juga dilakukan”, lanjutnya.
Ustadz Apdil Abdillah juga menceritakan, bahwa akhlak santri mulai terbentuk. Mulai dari bagaimana sopan santun kepada sesama dan bagaimana akhlak berpakaian yang islami. “Ada santri yang awalnya tidak pakai hijab, setelah ngaji di TPQ Ar-Raudhoh Pesmadai jadi pakai kerudung. Itu perubahan bagi santri dan kami sangat senang”, ucap Ustadz Apdil.
TPQ Ar-Raudhoh Pesmadai ini menjadi ikhtiar mahasantri di Pesmadai dalam berkontribusi nyata untuk problem keummatan. Mahasantri Pesmadai disiapkan untuk tidak menjadi dai muda yang vokal dan aktif bersuara, tetapi juga solutif dan kontributif memperbaiki realitas yang ada.