Mengawali Ramadhan tahun 1443 H ini, di mana umat Islam-apalagi pemuda muslim-sedang menyala api semangatnya dalam melakukan aneka list agenda kebaikan ramadhan, tiba-tiba saya teringat pesan-pesan KH. Abdurrahman Muhammad.
Kita sebagai anak muda seringkali ingin melakukan perubahan. Ingin memperbaiki dan menyelesaikan semua permasalahan bangsa. Dengan idealisme serta semangat membara, pemuda siap berjuang untuk umat dan bangsa. Namun, bagaimana cara melakukan perubahan?
Pada 20 Februari 2021, waktu datang dan mengikuti pelatihan di Gunung Tembak, Balikpapan, KH. Abdurrahman Muhammad banyak memberikan pesan-pesan yang sangat berharga untuk generasi muda Islam. Setahun berlalu, tapi masih sangat segar dalam ingatan tentang semangat dan cerianya beliau menyampaikan pesan dan arahan kepada generasi muda.
Abdurrahman Muhammad mengatakan bahwa kepemimpinan adalah hal yg amat sangat penting dalam upaya menciptakan sebuah perubahan. Peradaban Islam dimulai dari meletakkan kepemimpinan kepada Rasulullah, barulah setelah itu terjadi perubahan yang revolusioner.
Generasi Muda Arsitek Peradaban
“Kita ini arsitek peradaban. Peradaban Rahmat. Peradaban yang damai dan aman. Ini yang perlu dikomunikasikan. Bahwasanya kelahiran Islam untuk melahirkan kedamaian dan keamanan” – KH. Abdurrahman Muhammad.
Menjadi arsitek tidaklah mudah, apalagi yang dibangun adalah peradaban. KH. Abdurrahman Muhammad menuturkan, perlu keistiqomahan agar peradaban benar-benar terbangun. Keistiqomahan itu dibangun dengan tiga pekerjaan besar, yaitu:
Pertama, Menjadi juru bicara. Menjadi juru bicara merupakan kultur intelektual yang harus dimiliki oleh generasi muda Islam. Juru bicara harus membaca, menganalisis, dan mempublikasikan. Ketiga aktivitas tersebut adalah jalan intelektual yang mesti ditempuh.
Karena itu, pekerjaan pemimpin Islam ialah membaca, membenarkan bacaan dan menyampaikan. Juru bicara harus bisa membahasakan ide dengan bahasa yg indah. Struktur, etika, dan estetika sangat penting bagi juru bicara peradaban. Tidak boleh asal berbicara.
Membaca harus cermat. Jangan sampai salah baca. Salah membaca diri, lingkungan, dan dunia internasional. Karena jika salah membaca, maka akan membawa perubahan yang salah pula.
Mengubah dunia harus dengan membaca. Tuntunan membaca sudah diajarkan langsung oleh nabi dengan luar biasa. Jibril mengantarkan iqro’ kepada nabi, lalu beriman kepada Al-Qur’an dengan cara membaca Al-Qur’an dengan benar.
Abdurrahman Muhammad menjelaskan dengan semangat dan penuh keceriaan, beliau menyatakan, “sujud” dan “dekat” adalah ujung dari Surah Al-‘Alaq. Sedangkan awal surahnya adalah iqro’ (membaca). Maka membaca harus berujung kepada sujud. Kedekatan yang sangat mesra dengan Tuhan. Intelektual haruslah berujung kepada ketakwaan.
Membaca tidak bisa dipisahkan dengan menulis (mempublikasikan). Surah yang pertama turun juga berbicara tentang menulis, kalam. Ayat terpanjang di dalam Al-Qur’an juga tentang menulis. “Maka setelah membaca kita harus menulis”, ucap beliau.
Iqro’ adalah sebuah pintu besar. Makanya nabi sampai menggigil ketika diperintah iqro’. Walaupun tidak langsung berorientasi pada gerakan, namun menangkap dan mengetahui kegelisahan dan keresahan adalah kemampuan membaca. Tidak hanya membaca yang tersurat, tetapi juga yang tersirat.
Kedua, kerja dan karya. KH. Abdurrahman Muhammad mengatakan ini adalah kultur tradisionalnya. Setelah membaca dan menyimpulkan sebagai kultur intelektual yang menghasilkan pemikiran dan perenungan, maka berikutnya adalah kerja dan aksi untuk melahirkan karya. Tidak boleh berhenti di kerja-kerja intelektual, tetapi harus dikonkretkan menjadi nyata.
Abdurrahman Muhammad mengisahkan sejarah pembangunan masjid di Pesantren Hidayatullah di Gunung Tembak tentang bagaimana membaca melahirkan kerja dan karya. Dulu masjid kita ini-tutur beliau sambil menunjuk masjid dari aula tempatnya berbicara-dibangun oleh KH. Abdullah Said terinspirasi setelah membaca hadis.
“Masjid ini didesain dengan tujuan melahirkan dua karakter besar. Tradisional dan intelektual. Jadi nanti paling atas lantainya adalah perpustakaan. Sebab ilmu itu tinggi di atas. Agar tetap tradisional maka di bawah lantai utama tetap ada asrama santri. Dua kultur itu tetap harus dipertahankan oleh generasi baru. Agar terwujudnya kejayaan”, papar beliau.
Nabi Ibrahim luar biasa kemampuan intelektualnya. Ia bisa berdialog dan diskusi dengan penguasa. Namun ia tidak berhenti di intelektual. Tokoh muda yang disebutkan di dalam Al-Qur’an yang benar-benar berjuang luar biasa itu ada dua kelompok, salah satunya kelompok ibrahimiah. Perjuangannya dimulai dari membaca. Membaca tanda-tanda alam, bintang, langit. Lalu aksi, menghancurkan segala bentuk kesyirikan.
Jadi, awalnya adalah pergerakan membaca, setelah itu membangun gerakan perubahan. Membaca merupakan awal dari semua pergerakan revolusi.
Ketiga, terakhir, bersungguh-sungguhlah. Jihad. Ikhtiar. Usaha maksimal. Setelah membaca dan bekerja, maka bersamailah dengan kesungguhan yang optimal. Lahirkan karya sebagai buah dari kultur intelektual dan tradisional. Eksplorasi sisi kebaikan dari diri kita.
Jadikanlah diri kita penuh inspirasi. Inilah dakwah yang nyata, inilah sang juru bicara peradaban yang sesungguhnya. Menjadi juru dakwah, menginspirasi orang lain, sampai ada orang lain yang terinspirasi dan ingin juga menjadi juru bicara peradaban, inilah keberhasilan.
Kebangkitan Pemuda Islam
Menurut KH. Abdurrahman Muhammad, idealisme pemuda itu masih seperti tumbuhan di atas air yang akarnya belum sampai ke dasar. Indah terlihat, tetapi terkadang masih di atas bayangan. Belum mempunyai akar. Idealisme yang belum bertempur dengan realitas dunia.
Idealisme pemuda acapkali emosional dalam menghadapi suatu masalah. Sedangkan tuntunan kita, Nabi Saw. tidak emosional ketika menghadapi tantangan. Idealisme pemuda haruslah membawa kesadaran bahwa perjuangan baru dimulai.
Karena itu, tidak boleh emosional dan gegabah. Idealisme pemuda harus memiliki akar yang kuat dan mampu sampai ke dasar. Sehingga idealisme bisa tegak berdiri dengan gagah dan tegap. Tidak menunduk malu ke bawah namun tidak juga congkak ke atas.
Bagaimana agar idealisme generasi muda tidak hanya indah di permukaan?
“Allah meletakkan suatu kesimpulan besar yang membuat kita panas dingin. Makanya setelah iqro’ adalah al-muzammil. Allah tau itu. Makanya qum (bangkitlah) kata Allah. Jangan hanya berbaring kedinginan dan ketakutan. Tapi bangkitlah !” ucap KH. Abdurrahman Muhammad dengan semangat.
“Anak muda seringkali jatuh bangun. Memang begitu. Jangan pernah takut. Bangkit lagi dan songsong tantangan. Disana letaknya kejayaan”, tegasnya.
Kemudian beliau juga berpesan, untuk membangun peradaban tidaklah bisa sendirian. Perjalanan perjuangan tidak cukup satu orang. Nabi Ibrahim disebut ummah, karena tidak sendiri. Perjuangan hendaknya bersama-sama. Ada tim, bekerja bersama menghasilkan karya.
Di bagian akhir, KH. Abdurrahman Muhammad mengatakan bahwa pergerakan menuju peradaban yang kita dambakan ini besar dan penuh tantangan, maka kita juga membutuhkan petunjuk dari yang maha memberi petunjuk.
Kata beliau, untuk membuka hati, pikiran dan cakrawala, kita jangan sampai jauh dari pemilik alam ini. Setiap orang yang sudah mengenali fitrahnya dengan Tuhan, maka ia akan melakukan hal yang ma’ruf (kebaikan).
Jadi, generasi muda hendaknya senantiasa mendekatkan dirinya dengan Allah sang pemilik alam, agar pembacaan kita, analisa kita, tulisan kita, kerja dan karya kita, kesunggguhan dan semua upaya yang kita kerahkan dengan maksimal bisa melahirkan perubahan yang membawa kemaslahatan bagi seluruh alam.
*Rizki Ulfahadi