Tasmi’ 10 Juz, Banyak Doa yang Dipanjatkan
Amri Kusnan, seorang santri Pesantren Mahasiswa Dai (Pesmadai), baru saja menyelesaikan tasmi’ 10 juz Al-Quran, sebuah capaian yang diakuinya sebagai salah satu momen paling banyak doa yg dipanjatkan dalam perjalanan menghafalnya. Setelah berhasil melewati tasmi’ tersebut, Amri mengungkapkan perasaan lega dan syukur atas pencapaiannya.
“Perasaan saya setelah tasmi’ sangat lega karena 10 juz ini lebih berat dibandingkan 5 juz sebelumnya. Tetapi alhamdulillah, semuanya dapat dilewati dengan lancar berkat doa dari orang tua, asatidz, dan teman-teman,” ujar Amri saat diwawancarai.
Tasmi’, yang merupakan salah satu bentuk evaluasi hafalan santri, dianggap Amri sebagai sarana penting untuk mengulang dan menguji hafalan yang sudah disetorkan. Namun, perjalanan menuju hari tasmi’ tidaklah mudah bagi mahasiswa yang juga aktif dalam kegiatan organisasi ini.
Tantangan dan Persiapan Singkat
Amri mengaku bahwa persiapannya untuk tasmi’ akbar kali ini tergolong singkat, mengingat padatnya jadwal perkuliahan dan tanggung jawab organisasi. “Saya harus pintar-pintar mengatur waktu di tengah banyaknya tugas dari kampus dan agenda organisasi. Sebagai santri, waktu saya terasa sangat sempit karena penuh dengan berbagai kegiatan dari pagi hingga malam,” tuturnya.
Meski begitu, Amri tidak menyerah pada tantangan tersebut. Ia memiliki strategi khusus untuk memaksimalkan persiapannya. “Metode yang paling efektif menurut saya adalah banyak mengulang dan menggunakan metode screening. Saya menghafalkan ulang ayat-ayat awal karena sering lupa urutannya. Dengan begitu, saya bisa lebih lancar saat tasmi’,” jelasnya.
Selain itu, kebiasaan mengulang hafalan setiap hari, seperti program one day one juz, menjadi salah satu cara efektif yang ia lakukan. “Dengan mengulang satu juz per hari, tasmi’ 10 juz bisa dipersiapkan dengan lebih matang,” tambahnya.
Motivasi Menyelesaikan 30 Juz
Meski perjalanan hafalan Al-Quran penuh tantangan, Amri memiliki target besar untuk menyelesaikan hafalan 30 juz. “Seberat apapun perjuangannya, seberapa sering pun saya tertatih-tatih melawan rasa malas, saya tetap bertekad untuk menyelesaikan hafalan 30 juz,” ungkapnya penuh semangat.
Bagi Amri, menjaga hafalan Al-Quran adalah tanggung jawab besar, baik di dunia maupun di akhirat. Ia menekankan pentingnya mengamalkan dan mentadabburi isi Al-Quran, agar hafalan yang dimiliki tidak hanya menjadi sekadar bacaan, tetapi juga membawa manfaat dalam kehidupan sehari-hari.
“Apapun aktivitas kita, jagalah hafalanmu. Karena itu adalah pertanggungjawaban kita di dunia dan akhirat. Jangan lupa untuk mengamalkan dan mentadabburi isi Al-Quran,” pesannya.
Di akhir wawancara, Amri memberikan pesan inspiratif bagi para penghafal Al-Quran lainnya. “Semangat untuk para penghafal Al-Quran. Banyak sekali faedah dan kebaikan yang kita dapatkan ketika dekat dengan Al-Quran. Kita akan lebih dekat dengan Allah dan doa-doa kita pun mudah dikabulkan,” ucapnya.
Menurut Amri, menjadi penghafal Al-Quran adalah sebuah keistimewaan yang bisa diraih oleh siapa saja yang memiliki niat kuat dan tekad untuk berjuang. “Penghafal Al-Quran adalah privilege yang semua orang bisa dapatkan,” tutupnya dengan optimisme.
Capaian Amri Kusnan ini menjadi inspirasi bagi santri dan generasi muda lainnya untuk terus mencintai dan menjaga hubungan dengan Al-Quran, meskipun di tengah kesibukan akademik dan aktivitas lainnya.