Islam, Ilmu Pengetahuan dan Pelestarian Lingkungan

Date

Sebuah artikel yang ditulis di jurnal National Geographic USA menjelaskan mengenai dampak buruk yang dihasilkan limbah plastik pada alam. Artikel tersebut membeberkan dampak buruk perihal polusi lingkungan yang disebabkan limbah plastik. Para ilmuwan mendapati banyaknya limbah plastik yang dibuang tanpa melalaui proses daur ulang yang baik di berbagai penjuru dunia. Limbah tersebut seringkali ditumpuk di darat hingga terbawa arus sungai menuju laut, menciptakan polusi lingkungan bersekala global (Parker, Laura, 2018).
Artikel tersebut menjelaskan bahwa lautan kini telah menjadi tempat sampah umum dunia. Begitu banyak limbah plastik terbawa oleh arus laut kemudian tersebar ke seluruh penjuru bumi. Plastik tersebut kemudian terpecah oleh arus laut menjadi bentuk yang lebih kecil, umum disebut microplastic. Kemudian partikel kecil tersebut tersebar ke dalam ekosistem laut. Ilmuwan telah menemukan begitu banyak microplastic di berbagai tempat yang mengejutkan di lautan luas. Ada yang tenggelam hingga ke dasar terdalam laut atau mengambang di permukaan air. Para mahkluk hidup laut tidak lepas dari polusi tak terkontrol ini . Mereka mengonsumsi microplastic yang mengakibatkan kematian banyak biota laut penting bagi ekosistem laut (Parker, Laura, 2018).
Artikel lain dalam juranl tersebut juga menjelaskan bahwa para ilmuwan di penjuru dunia kini tengah meneliti dampak negatif dari microplastic bagi kesehatan manusia. Penelitan tersebut kadang sangat sulit dilakukan karena kompleksitas dalam memperoleh berbagai macam variabel penelitian. Kesulitan tersebut masih terus dialami oleh para peneliti hingga kini. Sejauh ini mereka telah mendapati beberapa kesimpulan buruk mengenai dampak microplastic bagi manusia dan masih banyak yang belum terungkap (Royte, Elizabeth, 2018).
Polusi plastik merupakan fenomena global yang amat buruk bagi manusia maupun makhluk yang lain. Ini adalah sebuah contoh dari  berbagai macam kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh manusia. Kesadaran akan hal ini membuat berbagai kalangan perihatin dan mulai mengambil tindakan untuk memperbaiki hal ini. Beberapa diantara mereka melakukan tindakan lewat berbagai cara dalam bidang mereka masing-masing, tidak terkecuali para pemikir muslim pada zaman ini.
Salah seorang diantara para pemikir muslim yang menaruh perhatian di bidang ini adalah Seyed Hossein Nasr (lahir April 7, 1933) beliau adalah seorang profesor di fakultas studi islam di Universitas Gorge Washington, beliau menulis dan mengajar berbagai macam ilmu seperti filosofi, agama, sastra, dialog peradaban, dan alam serta lingkungan hidup. Beliau menempuh pendidikan dasarnya di Iran kemudian melanjutkan kuliahnya beberapa universitas besar seperti Massachusetts Institute of Technology, magister di bidang gologi, dan Universitas Hardvard, bidang kosmologi islam dan sains. Selama masa belajarnya di kedua universitas tersebut Nasr bertemu dengan banyak guru yang kelak berperan dalam membentuk pola pemikiranya (Amin, Muhammad Reza, 2019).
Nasr memiliki latar belakang akademis dan kultural yang menarik. Pendidikan timur dan barat yang di tempuhnya, serta kebiasaanya berkawan dengan teman-teman yang berbeda latar budaya dan agama menghasilkan bentuk pemikiran unik yang memengaruhi pemikirannya. Nasr juga berpengaruh dalam perkembangan filsafat modern di tanah kelahiranya lewat buku-buku dan ceramahnya. Dalam beberapa buku karyanya, Nasr sangat gencar dalam mengkritik paradigma sains modern barat yang umum membahas mengenai pandangan sekularistik, mekanistik, dan meterialistis yang dia anggap sebagai salah satu faktor terjadinya berbagai macam masalah sosial maupun alam (Hidayatullah, 2018).
Nasr memosisikan dirinya sebagai seorang tradisionalis muslim yang cukup berbeda dari para tradisionalis pada umumnya, dimana dia tidak menganggap gerakan tradisionalisme yang umum dipahami masyarakat sejalan dengan gerakan tradisionalnya. Dia beranggapan bahwa masyarakat harus kembali memaknai ilmu pengetahuan yang ada dengan aspek-aspek keislaman. Hal tersebut cukup berbeda dari pemahaman umum tradisionalisme. Konsep tradisionalisme yang dianut masyarakat umunya lebih menekankan pada aspek yuridiksi namun menerima secara bulat konsep ilmu pengetahuan barat, hal ini mengakibatkan sejumlah masalah yang dialami oleh peradaban barat ikut diterima oleh peradaban islam yang tidak melakukan modifikasi konsep keislaman kedalamnya. Gagasan tradisionalisme yang Nasr maksud menuntut agar konsepsi keislaman harus menjiwai serta menghilangkan unsur-unsur buruk bagi peradaban manusia. Hal ini juga dimaksudkan untuk menunjukan keunggulan ilmu pengetahuan dalam budaya keilmuan islam. Wacana tersebut umum dipahami masyarakat dengan istilah islamisasi ilmu atau sains islam. Nasr juga berpendapat bahwa penyucian jiwa merupakan aspek penting dalam metodologi keilmuwan islam. Hal tersebut dapat menjadi proteksi penggunaan akal yang benar. Pada aspek ilmu pengetahuan lain, Nasr meyakini konsep unitas yang memungkinan terjadinya ke satu paduan antar ilmu yang dapat mewujudkan paduan harmonis dalam memahami kosmos. Aspek kearifan dalam ilmu pengetahuan juga menempati posisi yang lebih penting dari aspek teknologi, diamana konsep tersebut lebih diutamakan oleh peradaban barat sehingga menghasilkan dampak yang buruk bagi alam dan peradaban (Hidayatullah, 2018).
  Nasr memandang perkembangan pesat teknologi yang lebih mengutamakan aspek modern, seperti efisiensi, efektivitas, dan ekonomi tanpa memerhatikan dampaknya pada fisik dan rohani manusia telah mengakibatkan kerusakan pada jiwa manusia dan alam. Pandangan tersebut membuat beberapa nilai positif dari aspek modern terlihat rendah dan berbahaya untuk diterapkan dalam kehidupan. Pengamatan Nasr terhadap fenomena kerusakan serta pencemaran lingkungan jelas telah memengaruhi pandanganya terhadap ilmu pengetahuan. Pendapat Nasr mengenai konsep ilmu pengetahuan serta dampak buruk yang dihasilkan konsep ilmu pengetahuan barat menjadi alasan baginya agar masyarakat mempertimbangkan serta mengembangkan sains islam sebagai sanis yang utama (Hidayatullah, 2018).
Pemahaman Nasr terhadapat ilmu pengetahuan begitu kontras dengan pertimbanganya terhadap dampak ilmu pengetahuan pada pelestarian lingkungan hidup. Nasr sendiri telah menghabiskan banyak waktu untuk membahas perihal ini dalam ceramah serta buku-bukunya. Nasr berpendapat bahwa perlu diadakan sebuah pelurusan pandangan masyarakat global mengenai kosmos. Pelurusan yang dapat memengaruhi pola pikir mereka terhadap alam (Idris, Saifullah, 2018). Nasr yang merupakan seorang muslim berpendapat bahwa hal tersebut bersumber dari Alquran. Pemahaman terhadap tafsir Alquran dapat memandu masyarakat dalam memaknai ihwal kosmos dan menjadi pribadi yang lebih baik. Satu contoh yang ia kemukakan adalah arti dari kata khalifah dalam Alquran. Kata tersebut memiliki arti “wali” atau “orang yang memenuhi fungsi seseorang yang lain. ” Arti dari kata tersebut menunjukan bahwa manusia adalah wali Allah s.w.t. dalam menjaga ciptaan-Nya yang dapat berupa berbaga hal yang terdapat di alam. Pemahaman tersebut dapat menjadi acuan bagi para muslim dalam memahami peran mereka sebagai mahkluk hidup yang mengemban tanggung jawab sosial dan alam (SAGE, 2015).
Nasr  juga mengajukan dua agenda yang dia rumuskan untuk memberikan solusi perihal pelestarian lingkungan yang menurutnya patut untuk dicermati dan dilaksanakan oleh masyarakat muslim secara umum. Agenda pertama yang Nasr ajukan berupa konsep tentang nilai-nilai kearifan islam terhadap alam serta hubungannya dengan manusia yang diiringi dengan telaah kritis ilmu-ilmu barat serta penerapan ilmu tradisional dalam tradisi intelektual islam. Agenda kedua Nasr berupa ajakan untuk memperluas pemahaman serta penerapan ajaran syariah yang berhubungan dengan ihwal pelestarian lingkungan dan bagaimana cara bersikap terhadap makhluk lain. Penegakan ajaran islam yang berhubungan dengan pelestarian lingkungan yang disertai dengan pemahaman mengenai nilai-nilai di balik penegakan tersebut merupakan solusi Nasr untuk umat muslim dalam menanggapi fenomena pencemaran lingkungan yang bersekala global (Nasr, Seyyed Hossein, 1994).
Fenomena pencemaran lingkungan telah mengundang perhatian berbagai kalangan, mulai dari para ilmuwan hingga pemuka agama. Menurut Nasr sendiri, masyarakat muslim pada umumnya masih memahami pencemaran lingkungan dalam skala yang sempit. Para muslim hanya mengetahui pencemaran yang terjadi di sekitarnya atau yang nampak bagi mereka seperti pencemaran tanah, udara, atau sungai tanpa tau efek berantai yang lebih jauh di balik fenomena mengenaskan tersebut. Umat muslim juga masih kurang menyadari ihwal pencemaran lingkungan yang lain seperti pemanasan global hingga polusi microplastic yang bersekala global (SAGE, 2015).
Umat muslim juga kurang melakukan tindakan yang serius dalam menanggulangi efek buruk fenomena pencemaran alam. Para pemuka agama islam kerap menghimbau para umat muslim untuk melestarikan lingkungan hidup lewat metode dakwah, namun ajakan beserta tindakan yang dikemukakan para pemuka agama masih terbatas pada apa yang diperintahkan secara lugas di Alquran maupun Sunnah. Hal tersebut mempersempit pemahaman umat muslim mengenai ihwal pencemaran lingkungan. Para pemuka agama sebaiknya tidak berhenti pada contoh-contoh yang terjadi pada masa lalu dan menghimbau kepada masyarakat muslim untuk mengkaji lebih dalam perihal pelestarian dan penanggulangan pencemaran alam yang terjadi pada masa ini. Hal tersebut dapat diwujudkan dengan mengadakan penelitian dan riset dan bukan hanya sekedar menghimbau umat muslim untuk membuang sampah pada tempatnya atau tidak menebang pohon sembarangan. Namun juga mengajak umat muslim untuk memahami serta mengkaji aspek-aspek dan nilai-nilai penting Alquran serta Sunnah serta menerapkanya pada kehidupan kita kini (SAGE, 2015).
Fenomena kerusakan alam yang terjadi di berbagai tempat di dunia adalah kenyataan yang tidak dapat diabaikan. Beberapa upaya telah dilakukan oleh berbagai pihak dan masih terus berlanjut hingga kini. Para pemikir muslim juga tidak luput membahas perihal tersebut, diantara mereka adalah Seyyed Hossein Nasr yang menyumbangkan pemikiranya untuk dapat dipertimbangkan sebagai pilihan terkait ilmu pengetahuan dan pelestarian lingkungan. Konsep Nasr mengenai kedua hal tersebut saling berkaitan dan secara langsung memberi dampak pada satu sama lain.
Para muslim di penjuru dunia harus segara melakkukan tindakan nyata dalam menghadapi persoalan ini, lewat berbagai cara yang dapat dilakukan sesuai kemampuan dan bidang masing-masing. Muslim dunia haruslah sadar akan fenomena ini dan mulai melakukan pengembangan pemikiran keislaman  dan melakukan tindakan aktif dalam rangka memperbaiki kerusakan alam yang merupakan kesalahan kolektif umat manusia.

DAFTAR PUSTAKA
Amin, Muhammad Reza. (2019, Desember Kamis). Hossein Nasr. Retrieved Januari Selasa, 2020, from wikipedia.org: https://en.wikipedia.org/wiki/Hossein_Nasr
Hidayatullah, S. (2018). Konsep Ilmu Pengetahuan Syed Hussein Nashr. Jurnal Filsafat, 122-136.
Idris, Saifullah. (2018, Januari Minggu). Islam dan Krisis Lingkungan Hidup (Perspektif Seyyed Hossein Nasr). Retrieved Desember Kamis, 2019, from UIN Ar-Raniry: https://repository.ar-raniry.ac.id/id/eprint/2206/
Nasr, Seyyed Hossein. (1994). Islam dan Krisis Lingkungan. Jurnal Islamika, 17.
Parker, Laura. (2018). We made it, We depend on it, We’re drowning in it; Plastic. National Geographic USA, 46-69.
Royte, Elizabeth. (2018). Plastic: Human Health; A Threat to Us? National Geographic USA, 84-87.
SAGE. (2015). A Religious nature: Philosopher Seyyed Hossein Nasr. Bulletin of Atomic Scientist, 14-16.

Oleh: M. Said Abdullah

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

More
articles

id_ID
id_ID
Scroll to Top